Laporan Wartawan Tribun Jabar, Yongky Yulius
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Aksi deklarasi #2019GantiPresiden menyebar hingga ke berbagai daerah.
Di Jawa Barat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar mengimbau agar deklarasi tagar #2019GantiPresiden tidak digelar.
Gerakan tersebut, dikhawatirkan MUI Jabar, menimbulkan konflik di tengah panasnya suhu politik saat ini.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Lingkar Kajian Komunikasi Politik (LKKP), Adiyana Slamet, menilai bahwa deklarasi tersebut sebagai upaya sentimentalisasi publik dengan memakai sumber-sumber konflik (isu SARA) dengan bumbu tagar #2019GantiPresiden.
Tujuannya, tidak lain adalah kekuasaan.
Kisah Kolonel Moeng Parahadimulyo, Telan Telur Ular Sanca Mentah Dihadapan Prajurit Kopassus https://t.co/4AEU0T4fah via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) August 4, 2018
• Pro Kontra AHY Menjadi Cawapres Prabowo, Dianggap Terlalu Muda Sampai Masalah Elektabilitas
Hal tersebut, menurut Adiyana, memunculkan polemik sehingga MUI sebagai institusi yang berpegang pada nilai adab (agama, norma, budaya) mengeluarkan pernyataan: "Jangan sampai ada upaya-upaya yang menyebabkan konflik horizontal di Indonesia,"
"Dalam negara demokrasi konstitusional yang dipakai di Indonesia seharusnya memegang teguh bahwa demokrasi itu harus normal, rasional, proporsional," kata Adiyana saat dihubungi Tribun Jabar melalui sambungan telepon, Sabtu (4/8/2018).
"Sehingga konstelasi politik menjelang kontestasi pemilihan presiden mampu membangun orientasi politik rakyat bukan malah membangun sentimentalisasi yang berujung pada konflik horizontal," sambungnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, lepas dari momentum pilakada serentak gelombang ke tiga, Juni 2018 di Indonesia, termasuk Jawa Barat, tensi politik memang kembali lagi meningkat menjelang pemilihan presiden dan pemilihan legislatif tahun 2019 mendatang.
Namun, tensi politik yang meningkat pada ruang publik tidak lagi didasarkan pada bagaimana kelompok-kelompok tertentu mengatur isu untuk meyakinkan publik dalam ruang demokrasi, dengan menyajikan kompetisi bagaimana membangun negara dengan prospective policy choice (program-program apa saja yang akan dilakukan jika memenangi kontestasi).
• Putri Indonesia Aura Febryannisa Ternyata Sangat Dekat dengan Anak-anak Autis
• Mario Gomez Tegaskan Pemain Persib Bandung Bukan Mesin
Sejatinya, lanjut Adiyana, untuk meyakinkan hati pemilih dalam perspektif komunikasi, idealnya adalah merupakan perlombaan memberikan informasi politik berupa prospective policy choice.
Informasi politik itu berguna agar pemilih mendapatkan pengetahuan, dan akirnya mempunyai keceinderungan siapa yang akan dipilih pada pilpres 2019.
"Manajeman isu itu harusnya dilakukan dengan tahapan bagaimana kelompok-kelompok tertentu melakukan pengenalan program-program yang melekat pada kandidat sehingga menjadi khas personal branding kandidat, dan nanti pada waktu kampanye yang sudah ditetapkan oleh penyelenggara pemilu, tinggal penguatan untuk merebut hati pemilih," kata Adiyana.
http://jabar.tribunnews.com/2018/08/04/gerakan-2019gantipresiden-disebut-pengamat-politik-sebut-munculkan-sentimen-di-publikBagikan Berita Ini
0 Response to "Gerakan #2019GantiPresiden Disebut Pengamat Politik Sebut Munculkan Sentimen di Publik"
Post a Comment